12 Januari 2013

gerakan esensial yang sedikit terlupakan


Salah satu pilar dari tiga pilar ta’dib PII adalah ta’lim. Hampir secara keseluruhan wilayah kepengurusan PII lebih mementingkan training daripada ta’lim dan kursus. Nyaris tidak ada yang spesial didalam ta’lim. Sehingga dalam penentuan dan pemilihan sumberdaya strategis, ta’lim tidak dapat dijadikan acuan. Seringkali kita berbicara dan menyoal tentang kualifikasi training, tetapi tidak pernah menyinggung tentang kualifikasi ta’lim.

Ta’lim mengajarkan tentang nilai ke-istiqomahan secara real. ta’lim mengajarkan tentang Pemahaman tsaqofah ke-Islaman tanpa harus dibatasi waktu satu minggu. ta’lim menyatukan tatanan sitem kepungurusan struktural dengan intensitas pertemuan yang ada, sehingga berbagai macam permasalahan dilapangan akan senantiasa ter up date. Ta’lim menjadi mesin kaderisasi yang efektif dalam rangka orientasi dan pengaktualisasian diri kepada kader baru yang dengan itu ia lebih paham terhadap PII. Dan yang tak kalah pentingnya adalah bahwa ta’lim menjadi ukuran integritas, komitmen,  serta ghiroh juang Islam  dari seorang pengurus. Mu’allim dan muta’allim berkumpul dalam suatu wadah ta’lim, didalamnya terdapat interaksi yang menyejukkan hati. Karena kajian diskusi selalu berujung pada kebesaran ilahi robbi.
Tulisan ini bukan merupakan konsep baru, tetapi sebagi bentuk sharing antara keggiatan ta’lim di PW PII Jawa Timur dalam periode 2006-2010 dan juga sebagai pengingat akan urgensi ta’lim yang kian waktu kian memudar. Setidaknya didalam kaderisasi PII ada tiga macam ta’lim, yaitu; ta’lim awal, ta’lim wustho, dan ta’lim ali. Dari ketiga macam ta’lim tersebut terdapat pembagian materi, pemateri dan yang diberikan materi. Karena PII menganut asas fleksibelitas, maka ketika prosesi ta’lim tidak memenuhi persyaratan dari kualifikasi ketiga macam ta’lim tersebut, maka munculah ta’lim usroh. Ta’lim usroh ini bisa juga disebut sebagai ta’lim gabungan. Artinya, semua saja bisa bergabung disitu tanpa melihat status kualifikasi peserta dan pemateri. Ta’lim usroh bukan merupakan kebijakan ta’lim secara nasional. Hal ini berlaku untuk wilayah-wilayah yang kurang dalam hal sumberdaya dan efektifitas waktu.
Nama Ta’lim usroh muncul pertama kali di PII Jawa Timur. Hal ini dikarenakan keberagaman mu’allim dan muta’allim yang ada. Tanpa mengurangi semangat untuk mengkaji dan berdiskusi tentang nilai-nilai Islam, maka munculah gerakan ta’lim usroh dibeberapa daerah di jawa Timur, termasuk dalam kegitan ta’lim zone. Berbeda dengan PW PII banten misalnya, yang mencoba menjadikan ta’lim sebagai system paket. Materi ta’lim disampaikan dalam kurun beberapa hari secara langsung, sehingga terkesan hal ini adalah kursus, hanya saja materi dan pola pengisiannya yang berbeda. Nanti pun akan ditemukan model kaderisasi ta’lim yang berbeda untuk masing-masing pengurus wilayah di seluruh Indonesia.
Sebenarnya pola kaderisasi PII sangatlah padat. Saya mencoba memberikan gambaran termudah untuk pola yang efektif dengan menggabungkan ke tiga pilar kaderisasi secara bersamaan.

Dimana posisi ta’lim? Lihatlah garis-garis yang berwarna merah. Itulah ta’lim
Penjelasananya dalah sebagai beriktu:
Jarak antar training adalah 6 bulan, sedangkan pasca training (diantara training) terdapat kursus. Jadi 3 bulan pasca training seorang kader bisa melaksanakan kursus. Namun dalam jarak antara training dan kursus (3 bulan) harus diisi ta’lim satu minggu satu kali. Artinya selama kurun waktu 3 bulan, seorang kader minimal melaksanakan ta’lim 12 kali, dengan asumsi bahwa 1 bulan = 4 minggu.
Bisa dibayangkan dengan intensitas ta’lim yang sedemikian rupa, maka bisa dipastikan system control dan berjalannya kepengurusan benar-benar akan termonitoring secara integral. Belum  lagi isu-isu kekinian, serta terhadap isu eksternal pun akan bisa segera direspon melalui ta’lim. Sayangnya, wilayah territorial menjadi factor penghambat, belum lagi waktu untuk menyempatkan diri untuk mengahdiri ta’lim. Itulah kenapa ta’lim bisa menjadi indicator bahwa ta’lim bisa dijadikan bahan sebagi proses pengkajian dimana hal ini menjadi indicator integritas, semangat juang dan komitmen seorang kader dialam sebuah kepengurusan PII.
Terdapat juga system ta’lim zone. System zone di gunakan sebagai langkah untuk mempermudah control dari wilayah ke daerah, dimana wilayah territorial tidak bisa di imbangi dengan sumberdaya pengurus. Nama zone bergantung pada kebijakan di tiap-tiap pengurus wilayah. Di jawa timur nama zone menggunakan arah mata angin; zone timur, zone barat, zone utara dan zone Madura. Sedangkan bagi PW PII Kalbar nama zone meliputi; zona pantai, zona sungai, dan zona hulu
Ta’lim zone bisa dikomunikasikan dengan bidang internal (PPO) untuk kemudian bisa dijadikan bahan dasar terkait dengan kompisisi acara pertemuan zone. Selain pembahasan tentang masalah intenal kepengurusan di tiap-tiap zone, ta’lim bisa di selipkan kedalam agenda. Intinya, ta’lim sangatlah fleksible, namun meberikan makna dan warna tersendiri bagi tiap-tiap daerah yang istiqomah menjalankannya.
Gerakan seribu ta’lim yang pernah digagas, seharusnya tidak hanya menjadi wacana, namun harus dijadikan gebrakan nyata hingga ummat benar-benar merasakan kehadiran kita. Ruh ta’lim merasuk kedalam segenap kader yang merasa terpanggil untuk menjadi penyampai, pewaris misi-misi kenabian. Ada atau pun tidak ada kita, da’wah akan tetap pada rel yang telah digariskan olehNya.
Wallahu’alam….

0 comment:

Posting Komentar