Salah satu pilar dari tiga pilar
ta’dib PII adalah ta’lim. Hampir secara keseluruhan wilayah kepengurusan PII lebih
mementingkan training daripada ta’lim dan kursus. Nyaris tidak ada yang spesial
didalam ta’lim. Sehingga dalam penentuan dan pemilihan sumberdaya strategis,
ta’lim tidak dapat dijadikan acuan. Seringkali kita berbicara dan menyoal
tentang kualifikasi training, tetapi tidak pernah menyinggung tentang
kualifikasi ta’lim.
Ta’lim mengajarkan tentang nilai
ke-istiqomahan secara real. ta’lim mengajarkan tentang Pemahaman tsaqofah ke-Islaman
tanpa harus dibatasi waktu satu minggu. ta’lim menyatukan tatanan sitem
kepungurusan struktural dengan intensitas pertemuan yang ada, sehingga berbagai
macam permasalahan dilapangan akan senantiasa ter up date. Ta’lim menjadi mesin
kaderisasi yang efektif dalam rangka orientasi dan pengaktualisasian diri
kepada kader baru yang dengan itu ia lebih paham terhadap PII. Dan yang tak
kalah pentingnya adalah bahwa ta’lim menjadi ukuran integritas, komitmen, serta ghiroh juang Islam dari seorang pengurus. Mu’allim dan muta’allim berkumpul dalam suatu wadah
ta’lim, didalamnya terdapat interaksi yang menyejukkan hati. Karena kajian
diskusi selalu berujung pada kebesaran ilahi robbi.
Tulisan ini bukan merupakan konsep baru, tetapi
sebagi bentuk sharing antara keggiatan ta’lim di PW PII Jawa Timur dalam
periode 2006-2010 dan juga sebagai pengingat akan urgensi ta’lim yang kian
waktu kian memudar. Setidaknya didalam kaderisasi PII ada tiga macam ta’lim,
yaitu; ta’lim awal, ta’lim wustho, dan ta’lim ali. Dari ketiga macam ta’lim
tersebut terdapat pembagian materi, pemateri dan yang diberikan materi. Karena
PII menganut asas fleksibelitas, maka ketika prosesi ta’lim tidak memenuhi
persyaratan dari kualifikasi ketiga macam ta’lim tersebut, maka munculah ta’lim
usroh. Ta’lim usroh ini bisa juga disebut sebagai ta’lim gabungan. Artinya,
semua saja bisa bergabung disitu tanpa melihat status kualifikasi peserta dan
pemateri. Ta’lim usroh bukan merupakan kebijakan ta’lim secara nasional. Hal
ini berlaku untuk wilayah-wilayah yang kurang dalam hal sumberdaya dan
efektifitas waktu.
Nama Ta’lim usroh muncul pertama kali di PII
Jawa Timur. Hal ini dikarenakan keberagaman mu’allim dan muta’allim yang ada.
Tanpa mengurangi semangat untuk mengkaji dan berdiskusi tentang nilai-nilai
Islam, maka munculah gerakan ta’lim usroh dibeberapa daerah di jawa Timur,
termasuk dalam kegitan ta’lim zone. Berbeda dengan PW PII banten misalnya, yang
mencoba menjadikan ta’lim sebagai system paket. Materi ta’lim disampaikan dalam
kurun beberapa hari secara langsung, sehingga terkesan hal ini adalah kursus,
hanya saja materi dan pola pengisiannya yang berbeda. Nanti pun akan ditemukan
model kaderisasi ta’lim yang berbeda untuk masing-masing pengurus wilayah di
seluruh Indonesia.
Sebenarnya pola kaderisasi PII sangatlah padat.
Saya mencoba memberikan gambaran termudah untuk pola yang efektif dengan
menggabungkan ke tiga pilar kaderisasi secara bersamaan.
Dimana posisi ta’lim? Lihatlah garis-garis yang
berwarna merah. Itulah ta’lim
Penjelasananya dalah sebagai beriktu:
Jarak antar training adalah 6 bulan, sedangkan
pasca training (diantara training) terdapat kursus. Jadi 3 bulan pasca training
seorang kader bisa melaksanakan kursus. Namun dalam jarak antara training dan
kursus (3 bulan) harus diisi ta’lim satu minggu satu kali. Artinya selama kurun
waktu 3 bulan, seorang kader minimal melaksanakan ta’lim 12 kali, dengan asumsi
bahwa 1 bulan = 4 minggu.
Bisa dibayangkan dengan intensitas ta’lim yang
sedemikian rupa, maka bisa dipastikan system control dan berjalannya
kepengurusan benar-benar akan termonitoring secara integral. Belum lagi isu-isu kekinian, serta terhadap isu
eksternal pun akan bisa segera direspon melalui ta’lim. Sayangnya, wilayah
territorial menjadi factor penghambat, belum lagi waktu untuk menyempatkan diri
untuk mengahdiri ta’lim. Itulah kenapa ta’lim bisa menjadi indicator bahwa
ta’lim bisa dijadikan bahan sebagi proses pengkajian dimana hal ini menjadi
indicator integritas, semangat juang dan komitmen seorang kader dialam sebuah
kepengurusan PII.
Terdapat juga system ta’lim zone. System zone
di gunakan sebagai langkah untuk mempermudah control dari wilayah ke daerah,
dimana wilayah territorial tidak bisa di imbangi dengan sumberdaya pengurus.
Nama zone bergantung pada kebijakan di tiap-tiap pengurus wilayah. Di jawa
timur nama zone menggunakan arah mata angin; zone timur, zone barat, zone utara
dan zone Madura. Sedangkan bagi PW PII Kalbar nama zone meliputi; zona pantai, zona
sungai, dan zona hulu
Ta’lim zone bisa dikomunikasikan dengan bidang
internal (PPO) untuk kemudian bisa dijadikan bahan dasar terkait dengan
kompisisi acara pertemuan zone. Selain pembahasan tentang masalah intenal kepengurusan
di tiap-tiap zone, ta’lim bisa di selipkan kedalam agenda. Intinya, ta’lim
sangatlah fleksible, namun meberikan makna dan warna tersendiri bagi tiap-tiap
daerah yang istiqomah menjalankannya.
Gerakan seribu ta’lim yang pernah digagas,
seharusnya tidak hanya menjadi wacana, namun harus dijadikan gebrakan nyata
hingga ummat benar-benar merasakan kehadiran kita. Ruh ta’lim merasuk kedalam
segenap kader yang merasa terpanggil untuk menjadi penyampai, pewaris misi-misi
kenabian. Ada atau pun tidak ada kita, da’wah akan tetap pada rel yang telah
digariskan olehNya.
Wallahu’alam….
0 comment:
Posting Komentar