Sajak-sajak cinta menari bersama jemari diatas
lemabaran suci. Dalam setiap goresanya, mengayun dengan syahdu untaian
mutiara syair. Sebagai ksatria sastra,
ia mengasah diri dan jiwanya dengan memadukan dimensi strata kehidupan, dan
menyelam bersama nafas cinta dan kasih sayang. Menyentuh hati adalah senjata
utamanya. Prinsipnya hanya satu, goyahkan hatinya baru ia kan tersadar dengan
sendirinya…
Ini bukan rayuan, tapi sebuah kenyataan atas
pilihan sadar. Setiap jejak kaki yang telah ia tapaki, menjadi barisan kata
penuh arti. Lihatlah… bagaimana ia merangkai rima penuh irama.
Orang pun tersihir dari bait-bait mutiara atas
segores pena yang telah ia ayunkan bersama dengan kesungguhan, pengalamannya
mengajarkan atas perkara bijkasana yang merasuk kedalam relung hidupnya.
Putihnya embun pagi, teriknya sinar matahari,
senja yang menyatu bersama jingga, adalah saat dimana sang pujangga mengukir
kata-kata indahnya.
bersama malam, ia merunduk tawadhu’. Bersama sunyi, ia bercermin pada diri.
Menerawang dalam kegelapan, untuk merasakan
setiap perjalanan yang telah ia tempuh selama ini. Terkadang, ia kumpulkan
serpihan hafalan kalam, yang telah sekian lama memudar.
Hei.. tak terasa. Setetes air mengalir dari
lembut pipinya. Bicaranya hati, tertumpah dalam bahasa airmata. Dua tetes saja
telah menjadi sebuah pelampiasan yang begitu sempurna. Kelapangan hati tak
dapat tergantikan oleh pesona dunia yang terkadanga sebatas pada fatamorgana.
Turnera subulata, menjadi saksi atas apa yang
ia alami saat ini. Dalam rerimbuan eleais guineensis ia hanya memandang akan
sebuah masa depan yang masih berupa kabut. Tapi dengan berebekal keyakinan, ia
mantap melangkah bersama alam bahwa tidak ada yang tidak mungkin untuk sebuah
kemungkinan, begitu pula dengan masa depan.
0 comment:
Posting Komentar