Tak cukuplah untaian
kata yang berbaris rapi dalam sebuah prosa untuk mengungkapkan keelokan indah wajahnya.Sosok yang begitu anggun telah merasuk kedalam setiap titik pantulan
retina, sehingga ia seolah sulit untuk dipalingkan dalam setiap pandangan. Tidak terlalu hiperbola ketika jemari ini mulai berayun untuk menggoreskan
sajak-sajak cinta,
karena setiap manusia telah mengamini akan aura pesona yang mendamaikan hati, bagi yang
telah melihatnya.
Dulu dia yang
hanya bisa dicintai dalam diam, kini memang benar-benar berada dihadapan. Dulu ada sejuta alasan untuk air mata ini berlinang,
tapi itu memang benar-benar menjadi penawar dari sebuah kegundahan. Dan kini, ia menjadi alasan untuk tetap bertahan meskipun ada ribuan alasan untuk lari dari sebuah kenyataan.
Tak ada alasan yang pasti kenapa memilihnya. Bahkan untuk sebuah kesempurnaan
pun tidak. Karena diri ini sadar, bahwa Asma binti Abu Bakar yang diberi julukan dengan
“yang mempunyai dua ikat pinggang”, seorang wanita yangcerdas dan terbimbing, ia menyatakan bahwa dirinya
tidak pandai membuat kue. Zainab binti Jahsy, Ummul Mukminin,seorang wanita yang
banyak beribadah, sukses bersedekah dan cantik, akan tetapi terkadang iaemosional. Beda lagi dengan
ibu kita, Aisyah binti Abu Bakar; beliau sangat pecemburu meskipun beliau
memiliki keutamaan dan ilmu. Lihatlah,
mereka adalah yang utama, tetapi tidak ada satu pun yang sempurna.
Dilahirkan dari latarbelakang yang berbeda. Baik secara cultural maupun secara financial. Namun, jika hanya mengandalkan akal, maka semua seperti dalam kemustahilan. Padahal,
tidak ada yang tidak mungkin untuk sebuah kemungkinan.
Olehkarenaitu, dengan langkah tertatih-tatih mencoba menerawang kedepan,
mengartikan arti dari kehidupan diatas pilihan sadar. Serta menghujamkan
secara kuat azam, bahwa hidup bahagia sejatinya adalah tentang kesederhanaan dan kebersahajaan.
Dan itu semua terbalut didalam untaian syukur yang berwujud pada sebuah ketaqwaan..
Ini bukan dalam rangka mengartikan cinta dalam bentuk definisi,
tapi memang pesona kecantikannya telah tersimpan dihati. Yang tak kan pernah dimengerti oleh hati yang buta, yang dihiasi oleh warna
warni dunia yang fana. Bukan bermaksud menyetarakan dengan pujangga atau pun
masterpiece cinta dari Lebanon, Khalil Gibran. ataupun pujangga
Andalusia, ibnu hasyim yang terekam
dalam kitab fenomenalnya, Kalung Burung Merpati (Thauqul Hamamah). Akan tetapi kata cinta memang benar-benar menguras segalanya, jiwa dan raga,
pikiran dan perasaan. Semua energy seolah terfokus kedalam lima kata yang tak ada ujung ceritanya.
Ketika deklarasi cinta terucap,
maka konsekuensi pekerjaan berat atas sebuah integritas harus sudah menjadi pegangan yang kuat. Bukan
saja tentang rasa suka dan ketertarikan, tapi tentang kesiapan dan kemampuan memberi,
kesiapan dan kemampuan berkorban, kesiapan dan kemampuan melakukan
pekerjaan-pekerjaan cinta: memperhatikan, menumbuhkan, merawat, dan melindungi.
Kini do’a dalam lantunan sunnah telah terucap sebagai tanda anugerah.
Bulir-bulir mutiara cinta menetes dari mata yang syahdu. Menjadi bukti dan pertanda bahwa perjalan
yang sebernarnya telah di mulai. Sebuah bahtera telah di lepas menuju sebauh samudera untuk menuju syurga sebelum syurga sebenarnya.
Bulir mutiara cinta itu kian mengalir dengan deras, ketika sajak nasehat Abuya Syeikh Imam Ashaari Muhammad At terucap;
Pernikahan atau
perkawinan menyingkap tabirrahasia.
Isteri yang kamu nikahi tidaklah semulia Khadijah,
tidaklah setaqwa Aisyah, pun tidak setabah Fatimah.
Justru isterimu hanyalah wanita akhir zaman yang punya cita-cita
menjadi sholehah...
Pernikahan atau perkawinan mengajar kita kewajiban bersama
Isteri menjadi tanah, kamu langit penaungnya
Isteri ladang tanaman, kamu pemagarnya
Isteri kiasan ternakan, kamu gembalanya
Isteri adalah murid, kamu mursyidnya
Isteri bagaikan anak kecil, kamu tempat bermanjanya
Saat isteri menjadi madu, kamu teguklah sepuasnya
Seketika isteri menjadi racun, kamulah penawar bisanya
Seandainya isteri tulang yang bengkok, berhatilah meluruskannya ...
Pernikahan atau perkawinan menginsafkan kita
akan perlunya iman dan taqwa
Untuk belajar meniti sabar dan ridha Allah SWT.
Karena memiliki isteri yang tak sehebat mana
justeru membuat kamu akan tersentak dari alpha
Isteri yang kamu nikahi tidaklah semulia Khadijah,
tidaklah setaqwa Aisyah, pun tidak setabah Fatimah.
Justru isterimu hanyalah wanita akhir zaman yang punya cita-cita
menjadi sholehah...
Pernikahan atau perkawinan mengajar kita kewajiban bersama
Isteri menjadi tanah, kamu langit penaungnya
Isteri ladang tanaman, kamu pemagarnya
Isteri kiasan ternakan, kamu gembalanya
Isteri adalah murid, kamu mursyidnya
Isteri bagaikan anak kecil, kamu tempat bermanjanya
Saat isteri menjadi madu, kamu teguklah sepuasnya
Seketika isteri menjadi racun, kamulah penawar bisanya
Seandainya isteri tulang yang bengkok, berhatilah meluruskannya ...
Pernikahan atau perkawinan menginsafkan kita
akan perlunya iman dan taqwa
Untuk belajar meniti sabar dan ridha Allah SWT.
Karena memiliki isteri yang tak sehebat mana
justeru membuat kamu akan tersentak dari alpha
bahwa
Kamu bukanlah Rasulullah SAW
Pun bukanlah Sayyidina Ali Karamallahhuwajhah
kamu hanyalah suami akhir zaman yang berusaha
Kamu bukanlah Rasulullah SAW
Pun bukanlah Sayyidina Ali Karamallahhuwajhah
kamu hanyalah suami akhir zaman yang berusaha
3 comment:
aissh,,,,,,,^_^.....smoga dirimu disegerakan akhi,,,,
Jadi inget dulu pas nikah. Cukup yakin akan rizki, bulatkan niat ibadah. Alhamdulillah semua lancar en makin terasa berkahnya
Indah sekali.
Aku suka tulisan ini dan yang menulisnya.
Posting Komentar