Benarkah pare
itu pahit? Ya, memang benar adanya bahwa Pare (Momordica charantiaL) itu memang pahit. Dan
menurutku tidak hanya pahit, tapi super pahit sekali. Ada sesuatu yang
menjadikannya pahit, yaitu Zat saponin. Zat ini memiliki peran yang
cukup signifikan untuk menjadikan pare itu pahit. Mungkin saking pahitnya,
banyak orang yang enggan terhadap pare. Tapi ada lho.. pare yang sampai detik ini
banyak sekali orang mencintai dan merinduinya… hingga setengah mati, suasananya
menjadikan rindu mengaharu biru.
Pare yang ini
beda sob.. Pare, salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Kedir provinsi Jawa
Timur. Kampung negeri seberang yang kebijaksanaan serta keberkahannya insyaAllah
kan selalu ter-abadikan. Aamiin…
Pertama kali mengijakkan di kampung ini adalah ketika aku silaturohim
ke temanku di Kediri kota. Dan dikesempatan itu aku mengajaknya untuk bisa
mengenalkanku dengan kec. Pare yang
terkenal itu. Namun hal itu berlangsung cukup singkat saja, karena waktuku
sangat terbatas dan aku harus segera pulang. Tetapi dikesempatan yang lain aku
memiliki waktu yang lumayan banyak untuk bisa berkunjung kepare lagi.
saat itu aku megahadiri rapat wilayah
PII, tepatnya bulan Juli
tahun 2009, berdua dengan teman satu komplotan yang juga ingin mengadiri
rapat tersebut. Kami naik sepeda motor menembus jalanan yang belum pernah
kami lewati sebelumnya. Pada saat itu, malam hari kami berangkat dari Malang. menembus
rerimbunan hutan, yang ketika aku tahu bahwa itu merupakan kawasan puncak. Ditemani
hawa dingin yang menjadikan gigi saling bardu, kami terus melaju membelah
kesunyian malam.
Hanya berbekal petunjuk arah jalan yang biasa di cat putih dan berbackgroud hijau, kami lewati Jalanan sepi nan mencekam (hehe.. terlalu
mendramatisir), karena hanya ada satu atau dua kendaraan saja yang melintas. Tetapi kami takjub akan keindahan luarbiasa dimalam itu. Pasalnya, temaram sinar rembulan yang sempurna, dan gemercik air sungai yang begitu eksotik telihat begitu jelas karena pantulan
sinar rembulan purnama
Setiba di Pare, kami langsung mengarah ke masjid untuk istirahat.
Dan tak tahu kenapa, secara tidak sengaja, kami bertemu teman-teman PII yang
juga beristirahat di masjid itu. ternyata teman-teman yang lain sudah tiba terlebih dahulu
dan Mereka telah menanti kami disana. Dan uniknya,
masjid yang kami jadikan tempat istirahat untuk singgah itu, itulah tempat
acara yang dituju.. subhanallah… Anehnya adalah, seperti ada yang menggerakkan tubuh
kami, seperti ada yang menuntun kami untuk sampai ke tempat tujuan itu. Tempat itu adalah masjid Al-itqon, atau lebih familier dengan sebutan masjid 4 mei. Tempat
ini menjadi Base camp PII kab. Kediri dan juga markas besar perhimpunan Keluarga besar PII Kediri . niat kami adalah mampir ke masjid
untuk melakasanakan sholat. Eh ternyata memang di masjid itu teman-teman sudah menanti. Subhanallah...
Kampung itu adalah kampung bahasa. Orang menyebutnya adalah
kampung inggris. Ya.. desa Tulungrejo, kecamatan Pare, keabupaten Kediri. Penasaran sekali pada waktu itu tentang kampung inggris. Sehinggga setelah
rapat selesai, ku sempatkan untuk main bersama temanku tadi untuk sekedar sight
seeing untuk mengunjungi beberapa kursusan.
Masyarakat disini sungguh mengasyikkan. Budaya ke-Islaman dan
jawa yang begitu kental. Bahasanya sopan dan halus. Ya.. awal
melangkahkan kaki disini seperti ada aura positif, dan aku bisa merasakannya.
Mungkin karena di kanan-kiri terdapat banyak lembaga kursus yang seolah menjamur,
hingga terpikir dalam benak hati, “kalau begini mah nggak salah kampong ni disebut
kampong bahasa, orang setiap rumah ada lembaga kursusnya..” Hehe…
Mencari tempat kursus yang relevan dengan waktu dan biaya serta
hasil yang ingin di dapatkan haruslah dengan pertimbangan yang matang. Pada saat itu, aku mendapatkan informasi bahwa ada dua lembaga kursus yang cukup representative
untuk dijadikan pilihan. Yang pertama adalah BEC dan yang kedua adalah mahesa institute. aku datangi BEC, setelah crossceck disana dan Tanya tentang ini dan itu, ternyata program yang harus di tempuh
minimal adalah 6 bulan. Sementara aku hanya memiliki kurang lebih satu bulan setengah saja untuk menimba ilmu disini. Kemudian aku melanjutkan keliling-keliling
dan akhirnya tujuanku berhenti pada mahesa institute. Kemudian setelah baca brosur, ada beberapa program yang di tawarkan. Aku melihat ada program yang cukup
menarik, holiday
program. Program
ini menawarkan dua program sekaligus dan itu di tempuh dalam waktu satu bulan saja. Harganya terjangkau hanya berkisar 250 ribu, masuknya sehari 4 kali. Wuih.. keren sekali pikirku, bisa grammar dan speaking
skaligus. Tapi ya masih basic gitu
dech..
huuufh..
Program ini
aku tempuh selama satu bulan. Dan selama sebulan itu aku belajar dengan model
pembelajaran yang mengasyikkan. Sungguh nyaman rasanya, meskipun jadwal kursus
begitu padat, namun karena metodenya berbeda ketika aku di SMP atau pun diSMA
dulu, maka aku merasa tak terbebani.
Waktu satu bulan
terasa sangat cepat, dan akhirnya aku menyelesaikan program ini tepat tanggal
10 Agustus 2009. Dan ada hasrat yang begitu besar untuk kembali lagi ke desa
kecil ini. Dan mimpiku adalah bahwa aku bisa bisa belajar di BEC, tapi entah
kapan..?
aku masih memiliki ambisi untuk bisa mendaftar di BEC entah kapan
itu. Aku kepingin sekali untuk bisa menyelami apa dan bagaimana BEC itu. Serasa
nggak lengkap jika ke Pare jika nggak menimba ilmu di BEC. Karena pelatakan
pondasi dasar kampong bahasa adalah bermula dari basic English Course. Keinginan
yang kuat untuk bisa sekolah diluar negeri yang menyala-nyala, menjdikan kuberanian
untuk melangkah kaki untuk bisa mendaftar di tempat kursus yang paling tua di
Pare.
2 tahun berlalu, dan Waktu yang dinanti pun tiba. Aku
memiliki cukup waktu luang disela-sela mengerjakan tugas akhir yang bernama
skripsi. Aku mendaftar
pada bulan februari awal. Namun aku di haruskan untuk mengambil nomor antrian terlebih dahulu,
yaitu 2 hari sebelum
pendafataran berlangsung. Hal ini di karenakan untuk mengantisipasi pendafatar
yang membeludak. Dan nomor pendafatranku pada waktu itu adalah 77 hum.. lumayan di nomor akhir. Dan
orang yang pertama kukenal adalah mas ibnu dari sidoarjo. Nggak tahu kenapa, pertama kali
kenal sama beliau, kok bawaannya beliau tu mearasa kesal ya..?! kesal pada tata aturan dan alur pendafataran.
Tapi tak apalah.. aku menunggu saja giliranku untuk maju ke meja pendaftaran.
Tak kusangka, ternyata teman mengajar TPA ketika di Jember dulu ikut mendaftar
juga. Namanya adalah ustadzah naning. Beliau teranyata ambil program di BEC juga. Tapi dengan berjalanya waktu, belakangan
beliau resigned dari BEC dan mengambil kursus ditempat lain.
Mengambil nomor
antrian daftar sudah, dan tinggal menunggu
hari pendaftarannya saja. Sembari menanti tanggal daftar aku berada di Malang. Pulang Perg iMalang-Pare. Jadi setelah mengambil nomor
antri aku balik ke malang, dan besoknya lagi ke Pare lagi. Aku naik motor matic,
milik Tia temanku di PII. Karena
butuh waktu minimal 3 hari, so I stayed in malang for 3 days. Seperti biasa,
masjid adalah tempat yang tepat untuk dijadikan rumah kedua. Ya, aku tinggal di
masjid al hidayah, tempat dimana Fajar, temanku SMA dulu tinggal dan menjaga
masjid tersebut selama ia kuliah di Malang. Hum..Fajar, Temen seperjuanganku ketika
di ta’mir Al-hurriyah dulu..
Ketika
pendafataran telah selesai, dan kelas sudah ditentukan, kami tak langsung masuk
Kelas.
Kami harus menunggu satu bulan lagi. So, awal bulan maret tanggal satu, baru
aku dan temen-temen yang lain memulai kelas perdana.
Aku masuk di
kelas D. kami menamainya dengan diligent class. Kami diajar oleh dua orang
teacher. Teacher utama adalah Mr. Hadi, dan teacher kedua adalah Mr. Rozak. Kelas
perdana kami awali dengan sebuah perkenalan biasa. Nah, dari tatapan pertama dan
perkenalan kami itu, udah sedikit banyak mulai Nampak kemahiran dari kami dalam
melafalkan bahasa Inggris. Dan setelah beberpa lama, baru aku tahu, nama anak-anak
yang lulusan dari Pre-BEC dan manadari lulusan luar, yang sebelum masuk BEC
mereka mengambil tempat kursus yang lain.
Yayasan 4 mei. Masjid al-itqon. Di tempat ini aku tinggal.
Karena banyak keluarga besar PII dan masjid ini adalah masjid kebanggan
orang-orang PII maka aku tinggal disana. Tugasku adalah adzan dan terkadang aku
menjadi imam di masjid itu. Sungguh nikmat kawan, ta’mir masjid menyambut baik
kedatanganku disana. Dan selalu mengoreksi
jika terdapat kesalahan pada diriku. Mngoreksi bagaimana aku adzan, mengoreksi
bagaimana bacaan imam, dan aku pun belajar dari tingkah polah orang tua yang
terkadang masih kekanak-kanakan, hehe…
Lingkaran perdana
Beberapa dari
kami sudah saling mengenal. Dan aku pun mulai mengenal karakter satu sama lain.
Mudah bagiku untuk mengenal karakter dan tipe keprbadian masing-masing mereka. Karena
selama ngurusi training di PII, kami
para intruktur PII diwajibkan mengerti dan memahami dengan seksama ciri kepribadian
masing-masing peserta training.
Hehe.. agak sedikit
besar kepala ketika sebagian dari temen-temen tu takjub dengan kemahiranaku melafalakan
beberapa kata dalam bahasa Inggris, hihi.. untuk pronounciation lumayan keren. Caranya
mah mudah, baca secepat mungkin dan agak sedikit mengikuti gaya-gaya yang ada
di TeVe, dan semua akan terkagum-kagum meskipun secara structur lumayan ancur.
Hehe..
Awal kelas
perdana selesai, setelah itu kami digiring ke garden hall, sebuah area yag
lumayan cukup luas. Ternyata tempat ini di jadikan sebagai pusat aktifitas
murid-murid BEC berlatih untuk meng-improve kemampuan bahasanya. Pada saat itu
kami di pandu anak-anak MS (mastering system), sebuah jenjang yang di program
untuk pengajaran bahasa Ingrris. Dibuatlah sebuah lingkaran-lingkaran kecil yang
disitu diisi sekitar 5-6 orang. Disitu kami belajar tentang kartu. Sebuah
metode penajaman materi yang tadinya diajarkan dikelas oleh teacher, dan kini
diasah kembali dengan sebuah permainan. Dan didalam lingkaran perdana itu, ada
sebauh sosok yang diam-diam aku mengaguminya. Tiiiiiiiiiiiiittt…..!!!!@#
BTC-CTC-TC
Itu merupakan
penjenjangan yang harus kami lalui di BEC. BTC-CTC kami tempuh selama 3 bulan,
dan begitu pula TC, kami harus menmpuhnya dalam waktu 3 bulan. Ketika BTC-CTC
kami masih sesuka hati untuk menggunakan bahasa selain bahasa Inggris. Tapi,
ketika beranjak ke TC, for 24 hours is full of English. In everywhere, ya..
disetiap tempat. Satu minggu sekali
untuk BTC-CTC, kami harus mengkuti weekly meeting. Dan masih seminggu sekali di
hari jum’at pagi kami harus menjalani oral exam. Selain itu dimalam hari, kami
masih juga di handle oleh MS, yaitu acara nightly speaking. Hum.. kerasa kan
bagaimana kami belajar ketika masih di BTC-CTC? Belum lagi jika mengikuti
program extra.. well… kerasa dah..
Sedangkan di
TC, kemampuan kami lebih di upgrade lagi. Mulai dari materi kelas, yang setiap
kelas berbeda teachernya.. dan kalian tahu, setiap ganti pelajaran.. kami harus
berpindah dari kelas satu ke kelas yang lainnya. Di TC juga ada weekly meeting,
juga ada program extra. Tetapi yang lebih menyita waktu adalah program
competisi dan seabrek acara kepanitian. Yang dengan itu setiap kelas harus
menampilkan apa yang menjadi agenda pada waktu itu. Mulai dari lomba yel-yel,
pemilihan chief of farewell party dan masih buanyak yang lainnya. Ketika beranjak naik grade dari CTC
menju TC, aku lagi-lagi masuk kelas D. Tapi berbeda dari sebelumnya. Dulu di
BTC-CTC namanya diligent class. Tapi ketika masuk di TC namanya berubah menjadi
Danger class. Wuih.. seru kan.. ya memenag benar-benar seru nih kelas. Gokil
abizz.. orang-orang nya sangat seuper berbeda ketika aku masuk kelas diligent.
Dulu di diligent kami begitu sangat diam, yang aktif pun bisa dihitung jari.
Dan kreativitasnya pun terlalu sedikit. Aku menyebutnya sebagai kelas
melankolis. Haha... berbanding terbalik dengan kelas danger... wuih..
ramenya... masing-masing dari kami sangat terekplore kelebihan dan
kekurangnnya. Ide-ide kreativ dari kamiu selalu muncul. Yang inilah.. yang
itulah.. hingga puncaknya kami meraih juara yel-yel competition. Huuuuu
senengnya...
Diakhir sesi
TC kami harus menyiapkan diri untuk ujian di Borobudur, kami langsung berbicara
dengan yang empunya English. Disanalah puncak dari segala puncak dari apa yang
kami pelajari selama BTC-CTC dan TC di aplikasikan.
Mangkir 1 bulan
Karena harus mengurusi skripsi yang sudah siap untuk di uji,
dan juga mengejar deadline wisuda, maka aku putuskan untuk men-delay untuk sementara waktu kegiatan
belajarku di pare. Seringkali aku harus bolak-nalik kediri-jember untuk menemui
dosen pembimbing. Dan beruntung sekali jikalau ketika balik kejember bisa
langsung bertemu dengan
dosen
pembimbing. Dan yang
paling sial adalah ketika
udah jauh-jauh ke jember
tapi tak ada satupun dosen yang bisa ditemui. Dan itu seringkali terjadi. Yang
dosennya ke perancis lah.. yang ke belanda lah.. huuuh... sepertinya harapan untuk lulus
lebih cepat susah sekali. Dulu prediksiku aku bisa lulus lebih cepat dari yang lain,
maka dengan itu ku beranikan diri untuk mengambil program bahasa inggris di
pare. Tapi perhitungan ku meleset dan aku agak sedikit mundur 4 bulan. Walhasil
jadwal wisudapun mundur. Tapi ada beribu hikmah yang bisa kupetik dari
peristiwa itu.
Aktivitas belajar di pare nyaris berhenti total selama 1 bulan penuh. Dan dikira
aku sudah resign. Pada sat itu aku hurus mengurus wisuda, dan diakhir
aku harus mengemban tugas sebagi istruktur INTRA di bangkalan mandura. So, bisa
dipastikan aku pun tak kelihatan batang hidungnya di BEC. Banyak yang menyakan tentang
aku, apakah aku benar-benar resign atau tidak. Dan semua itu terjawab setelah
aku kembali ke pare pada pagi hari,, dengan tubuh yang letih karena sehabis
training dan menempuh perjalanan madura pare aku langsung bergegas ke BEC untuk
mengikuti weekly meeting. Dan hampir semua terkaget dengan kedatanganku.
Setelah delay selama itu, aku masuk kelas. Dan sudah aku prediksi sebelemunya aku bakalan ketinggalan jauh.
Dan ternyata memang benar, tidak hanya ketinggalan jauh, tapi sangat jauh
sekali ketinggalannya. Sehingga yang ada aku hanya bisa terdiam menatap tajam apa yang teacher ajarkan.
Sementara temen-temenku yang lain begitu sangat antusias dan mudah sekali menjawab
pertanyaan-pertnyaan yang dilontarkan. Sementara aku hanya tersenyum-senyum
kebingungan.
Tetapi terlepas dari itu semua aku berusaha mengejar
ketertinggalan. Dan segera mengatur setrategi agar bagaimana akbisa menyusul
yang lain disela-sela jadwal BEC yang begitu padat. Di BEC itu tidak hanya belajar dikelas.
Tapi aktivitas non kelas itu
yang sedikit menguras tenaga. Acara lomba ini dan itu, perhelatan ini dan itu.
Menjadi ini dan itu adalah sebuah hal yang wajib bagi siswa bec. Sehingga
keberanian tampil untuk selalu terdepan mejadi ciri kahas bagi siswa bec dibanding
dengan siswa-siswa yang lainya.
Ada cerita menarik tentang kelas kami. Kami memiliki teacher
bernama Mr, Ibnu. Awal pertama kali masuk sih gak ada problem sama sekali. Tapi lambat laun hampir semua
merasakan, apabila mr. Ibnu sedang menerangkan atau menjelaskan sesuatu pasti suaranya sayup-sayup. Bak angin sepoi-sepoi dengan lantunan instrumen
classic yang begitu indah mengalun. Dan aku rekomendasikan apabila kalian yang sedang meiliki penyakit insomnia, ambilah program ekstra dan kalau bis asih reguler di kelas mr. Ibnu.
Bakalan sembuh tuh insomenia hehe.. selain mr. ibnu yang kami
menjulukinya sebagai penidur masal, ada Mr. fu yang begitu akrab dengan ciri
khasnya yang nyentrik. Meskipun masih begitu belia, ia mampu membawa suasana
kelas menjadi hidup. Begitu pula miss. Yuni, bagusnya adalah ketika selesai
program dari kelas mr. ibnu, dan masuk kelas mr. fu atau miss. Yuni… hummm…
bakalan fresh dech.. kalo mom atun dan mr. fa sih..
Kami selalu merasa bangga dengan tempat kursus kami, dibanding dengan tempat kursus yang lainya.
Ketika bersanding dengan temen2 dari tempat kursus yang lain, kami merasa beda dan bangga
karena belajar ditempat kursus ternama di kampung ini.
Jilbab biru
muda
Yang membuat pare itu manis adalah sesosok bidadari yang
telah lama dinanti. Karenanya hati kan senantiasa mewangi. Pesona kecantikannya
tersimpan dihati. bahan bidadari pun dibuatnya merasa iri.
Tatapan mata yang meneduhkan jiwa itu bermula dari lingkaran
kecil dipertemuan pertama. Ia yang berbalutkan jilbab biru muda. Dalam
hati bergejolak bahwa niatan tak boleh goyah hanya karena keelokan yang hanya
sebatas maya. Karena diri selalu tersadar bahwa bukan saat yang tepat untuk
berbicara soal hati. Maka, cinta itu terkembang hanya didalam diam.
Dengan
berjalannya waktu, Cinta
itu pun mulai tersemai. Dan dalam diam, cinta itu pun ditanam. Hingga dalam
perjalannya, cinta pun dipupuk dengan komunikasi dan pergaulan dengan syari’atNya. Hingga akhirnya bulan-bulan berlalu,
dan apa yang ditanam sudah saatnya dituai. tepat tanggal 3 Bulan Februari 2013 jam 07.00 pagi, sebuah ikrar pun
diucap. Perjanjian antara makhluk dengan sang pemilik hidup. Setahun
setelah aku meninggalkannya, karena harus mengarungi 2 pulau besar di
Indonesia. Ku jemput bidadari, yang selama ini telah dinanti. Dia adalah
muxlimah cahaya yang
kini menjadi pendamping hidup sang muxafir kelana.
0 comment:
Posting Komentar