28 April 2013

Pare itu manis karena cinta


Benarkah pare itu pahit? Ya, memang benar adanya bahwa Pare (Momordica charantiaL) itu memang pahit. Dan menurutku tidak hanya pahit, tapi super pahit sekali. Ada sesuatu yang menjadikannya pahit, yaitu Zat saponin. Zat ini memiliki peran yang cukup signifikan untuk menjadikan pare itu pahit. Mungkin saking pahitnya, banyak orang yang enggan terhadap pare. Tapi ada lho.. pare yang sampai detik ini banyak sekali orang mencintai dan merinduinya… hingga setengah mati, suasananya menjadikan rindu mengaharu biru.
Pare yang ini beda sob.. Pare, salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Kedir provinsi Jawa Timur. Kampung negeri seberang yang kebijaksanaan serta keberkahannya insyaAllah kan selalu ter-abadikan. Aamiin…

Pertama kali mengijakkan di kampung ini adalah ketika aku silaturohim ke temanku di Kediri kota. Dan dikesempatan itu aku mengajaknya untuk bisa mengenalkanku dengan  kec. Pare yang terkenal itu. Namun hal itu berlangsung cukup singkat saja, karena waktuku sangat terbatas dan aku harus segera pulang. Tetapi dikesempatan yang lain aku memiliki waktu yang lumayan banyak untuk bisa berkunjung kepare lagi.
saat itu aku megahadiri rapat wilayah PII, tepatnya bulan Juli tahun 2009, berdua dengan teman satu komplotan yang juga ingin mengadiri rapat tersebut. Kami naik sepeda motor menembus jalanan yang belum pernah kami lewati sebelumnya. Pada saat itu, malam hari kami berangkat dari Malang. menembus rerimbunan hutan, yang ketika aku tahu bahwa itu merupakan kawasan puncak. Ditemani hawa dingin yang menjadikan gigi saling bardu, kami terus melaju membelah kesunyian malam.
Hanya berbekal petunjuk arah jalan yang biasa di cat putih dan berbackgroud hijau, kami lewati Jalanan sepi nan mencekam (hehe.. terlalu mendramatisir), karena hanya ada satu atau dua kendaraan saja yang melintas. Tetapi kami takjub akan keindahan luarbiasa dimalam itu.  Pasalnya, temaram sinar rembulan  yang sempurna, dan gemercik air sungai yang begitu eksotik telihat begitu jelas karena pantulan sinar rembulan purnama
Setiba di Pare, kami langsung mengarah ke masjid untuk istirahat. Dan tak tahu kenapa, secara tidak sengaja, kami bertemu teman-teman PII yang juga beristirahat di masjid itu. ternyata teman-teman yang lain sudah tiba terlebih dahulu dan  Mereka telah menanti kami disana. Dan uniknya, masjid yang kami jadikan tempat istirahat untuk singgah itu, itulah tempat acara yang dituju.. subhanallah…  Anehnya adalah, seperti ada yang menggerakkan tubuh kami, seperti ada yang menuntun kami untuk sampai ke tempat tujuan itu. Tempat itu adalah masjid Al-itqon, atau lebih familier dengan sebutan masjid 4 mei. Tempat ini menjadi Base camp PII kab. Kediri dan juga markas besar perhimpunan Keluarga besar PII Kediri . niat kami adalah mampir ke masjid untuk melakasanakan sholat. Eh ternyata memang di masjid itu teman-teman sudah menanti. Subhanallah...
Kampung itu adalah kampung bahasa. Orang menyebutnya adalah kampung inggris. Ya.. desa Tulungrejo, kecamatan Pare, keabupaten Kediri. Penasaran sekali pada waktu itu tentang kampung inggris. Sehinggga setelah rapat selesai, ku sempatkan untuk main bersama temanku tadi untuk sekedar sight seeing untuk mengunjungi beberapa kursusan.
Masyarakat disini sungguh mengasyikkan. Budaya ke-Islaman dan jawa yang begitu kental. Bahasanya sopan dan halus. Ya.. awal melangkahkan kaki disini seperti ada aura positif, dan aku bisa merasakannya. Mungkin karena di kanan-kiri terdapat banyak lembaga kursus yang seolah menjamur, hingga terpikir dalam benak hati, “kalau begini mah nggak salah kampong ni disebut kampong bahasa, orang setiap rumah ada lembaga kursusnya..”  Hehe…
Mencari tempat kursus yang relevan dengan waktu dan biaya serta hasil yang ingin di dapatkan haruslah dengan pertimbangan yang matang. Pada saat itu, aku mendapatkan informasi bahwa ada dua lembaga kursus yang cukup representative untuk dijadikan pilihan. Yang pertama adalah BEC dan yang kedua adalah mahesa institute. aku datangi BEC, setelah crossceck disana dan Tanya tentang ini dan itu, ternyata program yang harus di tempuh minimal adalah  6 bulan.  Sementara aku hanya memiliki kurang lebih satu bulan setengah saja untuk menimba ilmu disini. Kemudian aku melanjutkan keliling-keliling dan akhirnya tujuanku berhenti  pada mahesa institute. Kemudian setelah baca brosur, ada beberapa program yang di tawarkan. Aku melihat ada program yang cukup menarik, holiday program.  Program ini menawarkan dua program sekaligus dan itu di tempuh dalam waktu satu bulan saja. Harganya terjangkau hanya berkisar 250 ribu, masuknya sehari 4 kali. Wuih.. keren sekali pikirku, bisa grammar dan speaking skaligus. Tapi ya masih basic gitu dech.. huuufh..
Program ini aku tempuh selama satu bulan. Dan selama sebulan itu aku belajar dengan model pembelajaran yang mengasyikkan. Sungguh nyaman rasanya, meskipun jadwal kursus begitu padat, namun karena metodenya berbeda ketika aku di SMP atau pun diSMA dulu, maka aku merasa tak terbebani.
Waktu satu bulan terasa sangat cepat, dan akhirnya aku menyelesaikan program ini tepat tanggal 10 Agustus 2009. Dan ada hasrat yang begitu besar untuk kembali lagi ke desa kecil ini. Dan mimpiku adalah bahwa aku bisa bisa belajar di BEC, tapi entah kapan..?
aku masih memiliki ambisi untuk bisa mendaftar di BEC entah kapan itu. Aku kepingin sekali untuk bisa menyelami apa dan bagaimana BEC itu. Serasa nggak lengkap jika ke Pare jika nggak menimba ilmu di BEC. Karena pelatakan pondasi dasar kampong bahasa adalah bermula dari basic English Course. Keinginan yang kuat untuk bisa sekolah diluar negeri yang menyala-nyala, menjdikan kuberanian untuk melangkah kaki untuk bisa mendaftar di tempat kursus yang paling tua di Pare.


2 tahun  berlalu, dan Waktu yang dinanti pun tiba. Aku memiliki cukup waktu luang disela-sela mengerjakan tugas akhir yang bernama skripsi. Aku mendaftar pada bulan februari awal. Namun aku di haruskan untuk mengambil nomor antrian terlebih dahulu, yaitu 2 hari sebelum pendafataran berlangsung. Hal ini di karenakan untuk mengantisipasi pendafatar yang membeludak. Dan nomor pendafatranku pada waktu itu adalah 77 hum.. lumayan di nomor akhir. Dan orang yang pertama kukenal adalah mas ibnu dari sidoarjo. Nggak tahu kenapa, pertama kali kenal sama beliau, kok bawaannya beliau tu mearasa kesal ya..?! kesal pada tata aturan dan alur pendafataran. Tapi tak apalah.. aku menunggu saja giliranku untuk maju ke meja pendaftaran. Tak kusangka, ternyata teman mengajar TPA ketika di Jember dulu ikut mendaftar juga. Namanya adalah ustadzah naning. Beliau teranyata ambil program di BEC juga. Tapi dengan berjalanya waktu, belakangan beliau resigned dari BEC dan mengambil kursus ditempat lain.
Mengambil nomor antrian daftar sudah,  dan tinggal menunggu hari pendaftarannya saja. Sembari menanti tanggal daftar aku berada di Malang. Pulang Perg iMalang-Pare. Jadi setelah mengambil nomor antri aku balik ke malang, dan besoknya lagi ke Pare lagi. Aku naik motor matic, milik Tia temanku di PII. Karena butuh waktu minimal 3 hari, so I stayed in malang for 3 days. Seperti biasa, masjid adalah tempat yang tepat untuk dijadikan rumah kedua. Ya, aku tinggal di masjid al hidayah, tempat dimana Fajar, temanku SMA dulu tinggal dan menjaga masjid tersebut selama ia kuliah di Malang. Hum..Fajar, Temen seperjuanganku ketika di ta’mir Al-hurriyah dulu..
Ketika pendafataran telah selesai, dan kelas sudah ditentukan, kami tak langsung masuk Kelas. Kami harus menunggu satu bulan lagi. So, awal bulan maret tanggal satu, baru aku dan temen-temen yang lain memulai kelas perdana.
Aku masuk di kelas D. kami menamainya dengan diligent class. Kami diajar oleh dua orang teacher. Teacher utama adalah Mr. Hadi, dan teacher kedua adalah Mr. Rozak. Kelas perdana kami awali dengan sebuah perkenalan biasa. Nah, dari tatapan pertama dan perkenalan kami itu, udah sedikit banyak mulai Nampak kemahiran dari kami dalam melafalkan bahasa Inggris. Dan setelah beberpa lama, baru aku tahu, nama anak-anak yang lulusan dari Pre-BEC dan manadari lulusan luar, yang sebelum masuk BEC mereka mengambil tempat kursus yang lain.
Yayasan 4 mei. Masjid al-itqon. Di tempat ini aku tinggal. Karena banyak keluarga besar PII dan masjid ini adalah masjid kebanggan orang-orang PII maka aku tinggal disana. Tugasku adalah adzan dan terkadang aku menjadi imam di masjid itu. Sungguh nikmat kawan, ta’mir masjid menyambut baik kedatanganku disana. Dan  selalu mengoreksi jika terdapat kesalahan pada diriku. Mngoreksi bagaimana aku adzan, mengoreksi bagaimana bacaan imam, dan aku pun belajar dari tingkah polah orang tua yang terkadang masih kekanak-kanakan, hehe…

Lingkaran perdana
Beberapa dari kami sudah saling mengenal. Dan aku pun mulai mengenal karakter satu sama lain. Mudah bagiku untuk mengenal karakter dan tipe keprbadian masing-masing mereka. Karena selama ngurusi training  di PII, kami para intruktur PII diwajibkan mengerti dan memahami dengan seksama ciri kepribadian masing-masing peserta training.
Hehe.. agak sedikit besar kepala ketika sebagian dari temen-temen tu takjub dengan kemahiranaku melafalakan beberapa kata dalam bahasa Inggris, hihi.. untuk pronounciation lumayan keren. Caranya mah mudah, baca secepat mungkin dan agak sedikit mengikuti gaya-gaya yang ada di TeVe, dan semua akan terkagum-kagum meskipun secara structur lumayan ancur. Hehe..
Awal kelas perdana selesai, setelah itu kami digiring ke garden hall, sebuah area yag lumayan cukup luas. Ternyata tempat ini di jadikan sebagai pusat aktifitas murid-murid BEC berlatih untuk meng-improve kemampuan bahasanya. Pada saat itu kami di pandu anak-anak MS (mastering system), sebuah jenjang yang di program untuk pengajaran bahasa Ingrris. Dibuatlah sebuah lingkaran-lingkaran kecil yang disitu diisi sekitar 5-6 orang. Disitu kami belajar tentang kartu. Sebuah metode penajaman materi yang tadinya diajarkan dikelas oleh teacher, dan kini diasah kembali dengan sebuah permainan. Dan didalam lingkaran perdana itu, ada sebauh sosok yang diam-diam aku mengaguminya. Tiiiiiiiiiiiiittt…..!!!!@#
BTC-CTC-TC
Itu merupakan penjenjangan yang harus kami lalui di BEC. BTC-CTC kami tempuh selama 3 bulan, dan begitu pula TC, kami harus menmpuhnya dalam waktu 3 bulan. Ketika BTC-CTC kami masih sesuka hati untuk menggunakan bahasa selain bahasa Inggris. Tapi, ketika beranjak ke TC, for 24 hours is full of English. In everywhere, ya.. disetiap tempat.  Satu minggu sekali untuk BTC-CTC, kami harus mengkuti weekly meeting. Dan masih seminggu sekali di hari jum’at pagi kami harus menjalani oral exam. Selain itu dimalam hari, kami masih juga di handle oleh MS, yaitu acara nightly speaking. Hum.. kerasa kan bagaimana kami belajar ketika masih di BTC-CTC? Belum lagi jika mengikuti program extra.. well… kerasa dah..
Sedangkan di TC, kemampuan kami lebih di upgrade lagi. Mulai dari materi kelas, yang setiap kelas berbeda teachernya.. dan kalian tahu, setiap ganti pelajaran.. kami harus berpindah dari kelas satu ke kelas yang lainnya. Di TC juga ada weekly meeting, juga ada program extra. Tetapi yang lebih menyita waktu adalah program competisi dan seabrek acara kepanitian. Yang dengan itu setiap kelas harus menampilkan apa yang menjadi agenda pada waktu itu. Mulai dari lomba yel-yel, pemilihan chief of farewell party dan masih buanyak yang lainnya. Ketika beranjak naik grade dari CTC menju TC, aku lagi-lagi masuk kelas D. Tapi berbeda dari sebelumnya. Dulu di BTC-CTC namanya diligent class. Tapi ketika masuk di TC namanya berubah menjadi Danger class. Wuih.. seru kan.. ya memenag benar-benar seru nih kelas. Gokil abizz.. orang-orang nya sangat seuper berbeda ketika aku masuk kelas diligent. Dulu di diligent kami begitu sangat diam, yang aktif pun bisa dihitung jari. Dan kreativitasnya pun terlalu sedikit. Aku menyebutnya sebagai kelas melankolis. Haha... berbanding terbalik dengan kelas danger... wuih.. ramenya... masing-masing dari kami sangat terekplore kelebihan dan kekurangnnya. Ide-ide kreativ dari kamiu selalu muncul. Yang inilah.. yang itulah.. hingga puncaknya kami meraih juara yel-yel competition. Huuuuu senengnya...
Diakhir sesi TC kami harus menyiapkan diri untuk ujian di Borobudur, kami langsung berbicara dengan yang empunya English. Disanalah puncak dari segala puncak dari apa yang kami pelajari selama BTC-CTC dan TC di aplikasikan.

Mangkir 1 bulan
Karena harus mengurusi skripsi yang sudah siap untuk di uji, dan juga mengejar deadline wisuda, maka aku putuskan untuk men-delay untuk sementara waktu kegiatan belajarku di pare. Seringkali aku harus bolak-nalik kediri-jember untuk menemui dosen pembimbing. Dan beruntung sekali jikalau ketika balik kejember bisa langsung bertemu dengan dosen pembimbing. Dan yang paling sial adalah ketika udah jauh-jauh ke jember tapi tak ada satupun dosen yang bisa ditemui. Dan itu seringkali terjadi. Yang dosennya ke perancis lah.. yang ke belanda lah.. huuuh... sepertinya harapan untuk lulus lebih cepat susah sekali. Dulu prediksiku aku bisa lulus lebih cepat dari yang lain, maka dengan itu ku beranikan diri untuk mengambil program bahasa inggris di pare. Tapi perhitungan ku meleset dan aku agak sedikit mundur 4 bulan. Walhasil jadwal wisudapun mundur. Tapi ada beribu hikmah yang bisa kupetik dari peristiwa itu.
Aktivitas belajar di pare nyaris berhenti total selama 1 bulan penuh. Dan dikira aku sudah resign. Pada sat itu aku hurus mengurus wisuda, dan diakhir aku harus mengemban tugas sebagi istruktur INTRA di bangkalan mandura. So, bisa dipastikan aku pun tak kelihatan batang hidungnya di BEC. Banyak yang menyakan tentang aku, apakah aku benar-benar resign atau tidak. Dan semua itu terjawab setelah aku kembali ke pare pada pagi hari,, dengan tubuh yang letih karena sehabis training dan menempuh perjalanan madura pare aku langsung bergegas ke BEC untuk mengikuti weekly meeting. Dan hampir semua terkaget dengan kedatanganku.
Setelah delay selama itu, aku masuk kelas. Dan sudah aku prediksi sebelemunya aku bakalan ketinggalan jauh. Dan ternyata memang benar, tidak hanya ketinggalan jauh, tapi sangat jauh sekali ketinggalannya. Sehingga yang ada aku hanya bisa terdiam menatap tajam apa yang teacher ajarkan. Sementara temen-temenku yang lain begitu sangat antusias dan mudah sekali menjawab pertanyaan-pertnyaan yang dilontarkan. Sementara aku hanya tersenyum-senyum kebingungan.
Tetapi terlepas dari itu semua aku berusaha mengejar ketertinggalan. Dan segera mengatur setrategi agar bagaimana akbisa menyusul yang lain disela-sela jadwal BEC yang begitu padat. Di BEC itu tidak hanya belajar dikelas. Tapi aktivitas non kelas itu yang sedikit menguras tenaga. Acara lomba ini dan itu, perhelatan ini dan itu. Menjadi ini dan itu adalah sebuah hal yang wajib bagi siswa bec. Sehingga keberanian tampil untuk selalu terdepan mejadi ciri kahas bagi siswa bec dibanding dengan siswa-siswa yang lainya.
Ada cerita menarik tentang kelas kami. Kami memiliki teacher bernama Mr, Ibnu. Awal pertama kali masuk sih gak ada problem sama sekali. Tapi lambat laun hampir semua merasakan, apabila mr. Ibnu sedang menerangkan atau menjelaskan sesuatu pasti suaranya sayup-sayup. Bak angin sepoi-sepoi dengan lantunan instrumen classic yang begitu indah mengalun. Dan aku rekomendasikan apabila kalian yang sedang meiliki penyakit insomnia, ambilah program ekstra dan kalau bis asih reguler di kelas mr. Ibnu. Bakalan sembuh tuh insomenia hehe.. selain mr. ibnu yang kami menjulukinya sebagai penidur masal, ada Mr. fu yang begitu akrab dengan ciri khasnya yang nyentrik. Meskipun masih begitu belia, ia mampu membawa suasana kelas menjadi hidup. Begitu pula miss. Yuni, bagusnya adalah ketika selesai program dari kelas mr. ibnu, dan masuk kelas mr. fu atau miss. Yuni… hummm… bakalan fresh dech.. kalo mom atun dan mr. fa sih.. 
Kami selalu merasa bangga dengan tempat kursus kami, dibanding dengan tempat kursus yang lainya. Ketika bersanding dengan temen2 dari tempat kursus yang lain, kami merasa beda dan bangga karena belajar ditempat kursus ternama di kampung ini.
Jilbab biru muda
Yang membuat pare itu manis adalah sesosok bidadari yang telah lama dinanti. Karenanya hati kan senantiasa mewangi. Pesona kecantikannya tersimpan dihati. bahan bidadari pun dibuatnya merasa iri.
Tatapan mata yang meneduhkan jiwa itu bermula dari lingkaran kecil dipertemuan pertama. Ia yang berbalutkan jilbab biru muda. Dalam hati bergejolak bahwa niatan tak boleh goyah hanya karena keelokan yang hanya sebatas maya. Karena diri selalu tersadar bahwa bukan saat yang tepat untuk berbicara soal hati. Maka, cinta itu terkembang hanya didalam diam.
Dengan berjalannya waktu, Cinta itu pun mulai tersemai. Dan dalam diam, cinta itu pun ditanam. Hingga dalam perjalannya, cinta pun dipupuk dengan komunikasi dan pergaulan dengan syari’atNya. Hingga akhirnya bulan-bulan berlalu, dan apa yang ditanam sudah saatnya dituai. tepat tanggal 3 Bulan Februari 2013 jam 07.00 pagi, sebuah ikrar pun diucap. Perjanjian antara makhluk dengan sang pemilik hidup. Setahun setelah aku meninggalkannya, karena harus mengarungi 2 pulau besar di Indonesia. Ku jemput bidadari, yang selama ini telah dinanti. Dia adalah muxlimah cahaya yang kini menjadi pendamping hidup sang muxafir kelana.

0 comment:

Posting Komentar