Lulus dari universitas jember dengan menyandang
gelar sarjana teknologi pertanian, mengahruskan aku untuk menanggung beban
moral atas gelar yang telah di berikan. Terkadang aku berfikir bahwa gelar itu
taka da guna sama sekali. Karena ketika berbicara soal kehidupan dan pekerjaan,
yang terpenting adalah kita bisa mengahasilkan uang.
Kuliah hanyalah syarat formalitas agar kita
memperolah pekerjaan. Begitula dengan aku, setelah berusaha kesana kemari,
berdiam di Surabaya untuk sekian bulan dan akhirnya panggilan untuk melangkah
dalam dunia pekerjaan pun di mulai.
Ada sebuah ketertarikan untuk memasuki dunia
perbankan. Kata orang, bekerja di bank itu keren. Dan tak jarang pula bahwa
teman-temanku yang juga menyandang gelar S.TP kebanyakan adalah pegawai bank. Maka
aku pun tak mau ketinggalan. Beberapa bank yang telah mengadakan open
recruitment pun aku ikuti. Dan aku mendapatkan pengalaman bagaimana tes kerja
di bank itu di lakukan. Bank BNI konvensional mislanya, udah aku ikuti hingga
pada tahapan FGD (forum group discussion). Ini adalah tahapan akhir sebelum
medical chek up. Tapi apa daya aku tak lolos. Bagaimana tidak, permasalahan
yang diberikan adalah pure tentang masalah ekonomi. Sementara education
background ku adalah Agriculuture. Dalam diskusi pun aku lebih masuk kedalam
psikologis pekerjaan ketimbang aspek materi penting tentang kebijakan moneter.
Hum.. Ya selesailah sudah.
Beda lagi dengan BNI syari’ah. Yang ini juga
sampai pada tahapan akhir juga. Setelah interview sana sini. Bolak-balik terus
antara Surabaya-Kediri. Karena bank yang saya masukin adalah bank BNI syari’ah
cabang Kediri kota. Inilah yang namanya penyakit kronis dalam diriku. Yaitu
penyakit MALAS. Malas sekali aku untuk berangkat ke Kediri, padahala hanya satu
langkah lagi yaitu wawancara dengan core user, dan setelah itu selesai. Tapi
sebelumnya emang udah tes dan tinggal nunggu hasil med-check di Indofood
plantation. Itulah kenapa, idealisme ku mengatakan bahwa aku harus pilih
perusahan perkebunan swasta nasional tersebut. “Ada mimpi yang harus kuraih 2
tahun lagi”, begitu kata hatiku. Dan ini diperkuat lagi dengan diskusiku sama
si Tata tentang Bank Syari’ah. Di sela-sela interview aku sempatkan untuk
telephone dia dan kami sepat membahas tentang mu’amalat. Ya, sesuai dengan
prediksiku sebelumnya bahwa yang namanya bank syari’ah di Indonesia belum bisa
dikatkan pure syari’ah. Dan tamatlah cerita tentang bank.
Kini setelah di tempa di Riau selama 4 bulan
lebih. Di kayanagn estate (KYE) yang setiap sabtunya harus ujian, kunjungan ke
London Sumatera (LONSUM) untuk belajar karet, kunjungan ke Napal estate (NPE)
untuk belajar pembibitan dan proses penanaman, ke Sungai rumbia estate (SRE)
untuk belajar proses panen dan ditempa
di bataliyon Bangkinang infanteri 132 Bima sakti untuk menjalani pembinaan
fisik. Kini aku ditempatkan di perkebunan Sei Mawang estate (SME)
Sanggau-Kalimantan Barat. Di tempatkan di Afdelling/divisi II SME dengan luasan
yang mencapai hampir 1000 kali lapangan bola atau tepatnya adalah 980 Ha.
Menjadi asisten kebun itu sangat keren kawan.
Di riau kami adalah orang yang begitu di segani. Dengan tunggangan megapro,
menjadi pembeda antara seorang staff dengan karyawan biasa. Telunjuk dan ucapan
asisten kebun adalah uang. Bagaimana tidak, dengan telunjuk ia menyuruh, pun
dengan ucapan. Dan setiap tindakan didalam dunia kerja adalah uang.
Setiap perkebunan memiliki style tersendiri
terhadap proses kerja dan pengelolaan kebun. Ada beberpa perkebunan besar di
nusantara, seperti PTPN yang nota bene milik pemerintah, Astra, Sampoerna, djarum dan banyak yang
lainnya. Sementara tempat dimana aku sekarang menginjakkan kaki adalah di
Indofood plantation. Ini adalah nama lama. Sedangkan nama barunya adalah
IndoAgri. indoAgri sendiri berpusat di Singapura. Nama PT induknya adalah salim
Ivomas Pratama (SIMP). Dan memiliki puluhan anak PT yang prediksiku adalah
untuk mengurangi pajak yang harus di tanggung.Komoditinya meliputi; sawit
dengan produknya adalah bimoli dan simas, karet dengan product bridgestone,
tebu, cacao, singkong untuk bioetanhol, kelapa dalam dan banyak yang lain.
Karena baru itu yang aku tahu. Ini baru ngomongkan Indofood yang bergerak
dibidang agriculture, belum lagi menyoal tentang Indofood yang bergerak
dibidang makanan, siaran, transportasi, perbankan. Dan Entahlah… aku pun gak
bisa bayangkan.
Perkebunan yang harus kutangani adalah perkebunan
plasma dengan komoditinya adalah kelapa sawit. Perkebunan masyarakat yang di
kelola oleh perusahaan dengan ketentuan bagi hasil tertentu. Berbeda sekali
dengan Riau, disini memiliki tingat permasalah yang kompleks. Jika di Riau
hanya terfokus pada tanaman dan produksi. Disini lebih banyak bercerita tentang
permasalahan social. Tentang budaya “dayak” yang kadang tak bisa dinalar oleh
sebuah akal. Tentang hukum adat yang ujung-ujungnya adalah uang.
Tapi disini adalah tempat yang juga paling
mengasyikkan. Ditengah-tengah keterbatasan yang selalu mengekang, disini adalah
tempat paling nyaman untuk bersantai. Menikmati panasnya khatulistiwa. Bekerja
pun tidak seperti di Riau yang harus ini dan itu, bahkan taka da jam istirahat
bagi seorang asisten seperti aku ini.
Menjadi asisten kebun tak ubahnya seperti
manager sebenarnya. Ya, jikalau tak ada tanda tangan dariku untuk sebuah
pekerjaan tertentu, Top manager yang ada di atas, hingga sampai di Jakarta pun
untuk kantor pusat Indofood, untuk sebuah pekerjaan itu tidak bisa di proses. Tapi
sayang, meskipun mendapatkan peran yang begitu central dan fital, tapi
terkadangan kebanyakan manager tak mau peduli dangan kondisi yang dialami oleh
asisten kebun itu sendiri, apalagi orang-orang Jakarta. Hadeeeh…
Bagaimanapun juga, diamanapun, nyaman tidaknya
pekerjaan adalah bergantung kita. Kitalah yang membuatnya menjadi nyaman atau
tidak nyaman. Bagiku, ketika orang-orang disekitarku yang secara fakta adalah
ber SDM begitu sangat rendah, adalah tugasku untuk mengajarinya dan
menjadikannya setara denganku. Disini pun masih banyak yang menganggap agama
dipandang sebelah mata, muslim abangan aktivis menamainya, inilah tugas da’wah
yang sebenarnya.
Ya, disinilah ujian yang sebenarnya di mulai.
Memperjuangkan aqidah, menegakkan syariat, bertoleransi dengan lain umat,
melawan kebodohan. Ya.. disinilah tempatnya. Ada mimpi besar di ujung sana,
sebagaimana yang telah aku katakan kepada ibuku ketika aku masih kecil. “bu..
aku ingin menjadi seorang petani yang berdasi”
2 comment:
anda bukan petani yang berdasi, tapi kuli/buruh diperusahaan multinasinonal.
anda bukan petani yang berdasi, tapi kuli/buruh diperusahaan multinasinonal.
Posting Komentar