3 Oktober 2011

Belajar dari Seorang Ikhwan

Lama sekali tidak mengayunkan jemari diatas tut keyboard. Kini akan mencoba ku mulai dengan real story yang telah ku amati dalam persinggahan, dalam perjalanan dan hasil perenungan.
Dalam mengarungi samudera kehidupan ini, kadang kita terombang ambing tanpa arah, hilang halauan dan kadang pula terhempas oleh derasnya badai. Dan disaat itulah kita kan berfikir, apa yang mesti kita lakukan. Apa yang mesti kita harus perbuat. Apa dan bagaimana selanjutanya. Kita dituntut untuk bekrja dan berfikir dengan keras ketika terdesak dalam posisi tersebut.
Namun, masih dalam korelasi makna diatas. Tengoklah Secuil kisah perjalanan dari seorang ikhwan. Pribadi sederhana, namun bersahaja. Setiap katanya mengandung makna. Setiap senyumnya menyiratkan arti bahkan disaat bercandanya. Qona’ah adalah hal yang terpenting dalam hidupnya. Miskin iya, namun harapan untuk kaya pastilah ada.
Setiap memulai sesuatu ia ucapkan bismillah, dan selesainya iya ucapkan alhamdulillah. Simple, namun merasuk kedalam hati bagi orang muslim yang melihatnya. Ucapan salam kan terdengar indah untuk menyapa setiap muslim lain yang ditemuinya. Dijalan, di pengajian, di masjid, dimana pun.
Ia tak berfikir dua kali ketika melihat saudara lainnya sedang membutuhkan bantuannya. Tanggap, itullah kata yang tepat. Ia tak pernah minder atau pun malu ketika harus menaiki kendaraan (sepeda motor) yang mungkin sebgaian orang bilang bahwa kendaraan itu tak layak pakai. Handpone yang di genggamnya pun harus di ikat oleh karet gelang, karena penutup batreinya lepas.
Subhanallah… sangatlah ia menjaga ketepatan waktu untuk hadir dalam panggilan Robnya. Waktu antara adzan dan iqomah ia gunkan untuk berdo’a dan membaca firman-firmanNya. Dan tak hanya itu, ia selalu membawa mushaf kemanapun berada. Di bis, di kereta,di terminal, di stasiun, dimana pun ketika ada waktu ia sempatkan untuk membacanya. Terkadang ia mengecek hafalan beberapa surat yang kadang-kadang ia lupa. Malam adalah waktu yang indah untuk terus mendekat dan mendekat. Sajadahnya basah oleh linangan air mata kenikmatan. Ia mengatakan bahwa inilah nikmat abadi. Bahkan ia ikhlas ketika jiwanya di ambil pada saat itu juga.
Senyuman penuh ikhlas menyertai setiap selembar uang yang ia berikan kepada orang yang meminta-minta. Owh.. duhai ikhwan. Tak jarang orang mencelamu dengan celana yang tingginya di atas mata kaki, tujuanmu adalah menjauhi kesombongan, namun orang menghinamu dengan orang yang sedang kebanjiran. Inginmu i’tiba kepada rosulmu yang agung dengan memelihara jenggot, namun orang mengataimu dengan teroris. Dan engkau tak suguhkan sikap amarah terhadapa apa yang mereka katakan, justru kau berfikir bahwa mereka masih belum paham. Indah sekali cara befikirmu duhai ikhwan…
Hati teguhmu menyadarkan kami. Kau selalu menyertakan Rob sang penguasa alam, di dalam suka maupun dukamu. Kau selalu meng up date statusmu kepada Tuhanmu. Di kala senang kau bersyukur, di kala susah kau bersabar.
Wahai ikhwan, ketiadaan harta tiada menyurutkan langkahmu untuk menyempurnakan sebagian daripada agamamu. Kau nikahi dia dengan bermaharkan hafalan Qur’anmu. Kau ajari istri dan anak-anakmu untuk selalu dekat dengan Rob yang menjadikan siang dan malam secara bergantian.
Mudah-mudahan Allah ridho terhadap apa yang engkau lakukan wahai ikhwan. Teruslah berjalan untuk menebar kebaikan-kebaikan, dan kami akan selalu rindu untuk menanti saat bersamanya kita di syurga yang dibwahnya mengalir sungai-sungai…

0 comment:

Posting Komentar