Banyak orang yang menginginkan rumah sendiri, namun tak sedikit orang yang tak mau menempati rumah yang sudah ia miliki. Banyak orang yang sulit untuk mendapatkan pekerjaan, sementara yang lain gonta-ganti pekerjaan. Banyak orang yang bingung memikirkan bagaimana esok ia dapat makan, namun begitu banyak orang yang mebuang makanannya dengan sia-sia.
Begitu hidup ini mengisahkan dua sisi. Ada positif ada negatif, semua memang di cipta secara berpasang-pasang. Namun yang menjadi pertanyaan kemudian adalah bagaimana mempertemukan kedua sisi tersebut. Bagaimana kiranya kedua sisi tersebut saling memberi dan saling melengkapi.
Masih terngiang di dalam ingatan. Pagi itu aku lari pagi di Surabaya. Monumen korea yang ku tuju. Maklumlah, tempat itu merupakan tempat favorit kami warga kupang panjaan V/14 jikalau olahraga selalu saja di situ. Sedikit peregangan dan latihan beberapa gerakan silat yang masih ku ingat menyegarkan sietiap sendi yang sudah terasa lama tidak aku gerakkan. Wuuush... segernya, bermandikan keringat dan kesegaran merata di hembus angin pagi. Well.. kurasa olah raga pagi ini cukup, dan saatnya kembali. Karena kalo olahraga awal langsung di kebut untuk stage atas yang ada pegal semua ni badan, kata oorang jawa njarem.
Saat balik pulang, ku ambil jalan yang berbeda. Kulewati permuahan elit. Bahkan ku pikir adalah perumahan super elit. Bagaimana tidak, setiap rumah pasti ada lebih dari satu mobil. Dan selalu ada pak satpam yang jaga di depan rumah. Kulihat juga bahwa anak-anak dari pemilik rumah itu sedang di tunggu mobil jemputan untuk berangkat ke sekolah. Allah kariiim...
Namun, secara tiba-tiba ku mengajukan sebuah pertanyaan dalam diriku sendiri, “apakah mereka bahagia ya..?” dan dalam batinku aku sedikit berdialog. Mulai dari apa yang mereka makan setiap harinya, mereka kerjanya apa, dan bagaimana kehidupan yang ada di dalam rumah itu. Apakah rumah satu dan lainnya (tetangga) saling menjalin komunikasi seperti kehidupanku di desa?. Humm... banyak sekali pertanyaan yang campur aduk. Well... terlepas dari itu semua, pengelihatanku berbalik arah dan konsenterasiku memutar seratus delapan puluh derajat ke arah tukang becak yang berada tepat di salah satu rumah mewah tersebut. Wajah yang sudah kelihatan rapuh, renta dan sepertinya tidak seharusnya lagi memikirkan dunia. Namun apa yang terjadi, ia memilih tinggal di becak, menghabiskan sisa hidupnya di atas jok becak. Subhanallah... pertanyaan yang berkebalikan dari pertanyaan yang ku ajukan sbelumnya. Justru pertanyaannya jadi gini nich..; bapak ini sudah makan belum, rumahnya dimana, anak dan istrinya dimana, wah... buanyak sekali wes pokoknya... apakah beliau ini cukup untuk makan di kesehariannya?
Dari situ aku belajar kawan. Belajar bagaimana menyikapi hidup. Secuil perjalan kisah di pagi hari telah membukakan mata hati, pada orang yang sedang mencari seperti halnya aku ini. Aku yang kini sendiri, berada dalam sunyi sepi, meratapi nasib untuk selalu berharap mendapatkan rizki.
0 comment:
Posting Komentar